Skandal gaji buta: rakyat menderita, pejabat daerah berpesta.”

Natuna – Batamexpress.com-Praktik bobrok di tubuh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Natuna kian terbongkar. Publik dikejutkan dengan temuan dugaan “gaji buta” yang diberikan kepada karyawan yang sering absen kerja tanpa alasan, namun tetap menerima gaji penuh.

Ironisnya, praktik yang jelas-jelas merugikan keuangan daerah ini dibiarkan bertahun-tahun tanpa penindakan. Kerugian yang timbul bukan main-main: sekitar Rp63 juta per bulan, Rp756 juta setahun, dan membengkak hingga Rp1,73 miliar selama 2 tahun 3 bulan terakhir.

Direktur PDAM Diduga Lemah, Bupati Bungkam

Upaya manajemen untuk menertibkan disiplin justru berujung pada perlawanan dari karyawan yang terbiasa mangkir. Pertanyaan publik pun menguat: apakah Direktur PDAM Natuna benar-benar berani menegakkan aturan, atau sekadar menjadi “boneka” yang tak kuasa melawan budaya malas di internalnya?

Lebih parah lagi, laporan staf terkait kasus ini dikabarkan sudah sampai ke meja Bupati Natuna. Namun alih-alih menyelamatkan keuangan daerah, Bupati justru bungkam. Sikap diam ini membuat publik menilai kepala daerah tersebut ikut “menutup mata” dan membiarkan kebocoran uang rakyat terus mengalir.

“Kalau sampai miliaran rupiah hilang hanya untuk menggaji orang-orang yang malas, sementara Bupati dan Direktur diam saja, itu artinya mereka sama saja mengkhianati rakyat,” tegas seorang warga Natuna, Jumat (26/9/2025).

BPJS Karyawan Tertunggak, Hak Warga Hilang

Skandal ini makin busuk ketika terungkap iuran BPJS karyawan PDAM justru menunggak. Akibatnya, dua karyawan yang meninggal dunia tidak menerima jaminan kematian—hak dasar yang seharusnya dilindungi perusahaan.

Bagaimana mungkin PDAM sanggup menghamburkan miliaran rupiah untuk membayar karyawan “tidak produktif”, namun tidak mampu menjamin hak sosial karyawannya sendiri?

Desakan Pencopotan Direktur Menguat

Kemarahan publik kini semakin membesar. Masyarakat menilai Bupati Natuna tidak bisa lagi tinggal diam. Jika Direktur PDAM terbukti tidak mampu menegakkan aturan, maka pencopotan jabatan adalah konsekuensi logis demi menyelamatkan perusahaan daerah dari kehancuran.

“Bupati jangan hanya pencitraan. Kalau tidak bisa tegas pada PDAM, berarti ikut melindungi kebusukan. Copot Direkturnya kalau tidak becus!” desak tokoh masyarakat Natuna.

Ujian Integritas Pemerintah Daerah

Kasus ini bukan sekadar soal gaji buta. Ini adalah potret bobroknya tata kelola perusahaan daerah yang berdampak langsung pada keuangan rakyat dan hak karyawan. Publik kini menunggu: apakah Bupati Natuna punya keberanian politik untuk membersihkan PDAM, atau memilih terus menjadi penonton yang menikmati fasilitas sementara uang rakyat terus digerogoti?

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup